Dunia Penyiaran, Tempat Tepat Belajar dan Asah Kepemimpinan -Seminar Kepemimpinan PKKMB 2017

DUNIA broadcasting atau penyiaran menjadi tempat yang paling cocok untuk belajar dan mengasah kepemimpinan. Pasalnya, dalam satu tim ada bermacam orang dari berbagai disiplin ilmu, mulai reporter, perancang grafis, kamerawan, editor, hingga pemimpin redaksi yang harus saling bekerjasama.

                “Dunia broadcast melatih kepemimpinan karena harus bekerjasama dengan orang-orang dengan orang yang berbeda-beda. Disiplin ilmunya macam-macam tapi punya tujuan yang sama,” kata mantan pemimpin redaksi Metro TV, saat Seminar Kepemimpinan di Studio 1 Sekolah Tinggi Multi Media (STMM), Kamis 31 Agustus 2017.

                Pria yang kini menjadi CEO dan Founder idtalent.id ini menambahkan, dalam sebuah tim yang disokong berbagai macam keahlian ini, harus ada satu orang yang memimpin. “Orang bisa saja ikut bicara, tapi ada satu orang yang harus diperhatikan.

Ia menegaskan, seorang pemimpin tidak hanya menjadi tukang ngemong. Pemimpin juga kadang harus tega “menyakiti” . “Tidak hanya ngemong, tapi harus mau dan berani ngomong yang bener meski itu temen sendiri. Makanya teman nongkrong itu tidak enak diajak kerja, teman kerja tidak enak diajak nongkrong,” tuturnya.

 

Visi Bersama

                Dalam dunia jurnalistik yang ditekuni Putra selama belasan tahun, kepemimpinan bisa datang dari siapa saja. Ada jajaran operasional dan teknis, hingga perancang, manajemen yang seharusnya tahu, kapan dan dimana ia harus memimpin dan mau dipimpin. Seorang news anchor, yang posisinya sudah setara dengan executive producer, harus mau diarahkan kamerawan jika sedang mempersiapkan pengambilan gambar. “Jangan mentang-mentang. Kalau dibilang kurang maju, kurang mundur, kurang ndongak, ya harus mau.”

                Yang terpenting, dalam setiap kepemimpinan, lanjut Putra  adalah kemampuan menanamkan keyakinan adanya visi bersama. Baginya, dalam jurnalistik, visi bersama itu adalah kualitas dan deadline. Ini berarti kualitas produk jurnalistik harus bagus, dan bisa ditayangkan tepat waktu.

                “Mau bikin masterpiece jurnalistik, kalau lewat deadline, tidak ada gunanya. Sebaliknya juga tepat deadline tapi jelek, apa pemirsa mau diberi berita sampah?” ujar pria yang juga pernah menajdi redaktur pelaksana di sebuah media cetak ini.

                Deadline, memang menjadi sesuatu yang cukup menghantui di dunia broadacasting atau jurnalistik pada umumnya. Namun dalam pandangan Putra, deadline tidak akan menjadi tekanan yang berlebihan asal semua dipersiapkan, dan disiplin. “Reporter patuh kapan masuk gambar, editor bisa menyelesaikan sesuai jam yang disepakati. Kalau misalnya editor baru menyelesaikan lima menit sebelum tayang itu namanya dia egois,” katanya. (Sony Way)