Focus Group Discussion Penerapan Belajar di Luar Kampus Dalam Kampus Merdeka

Narasumber dari LLDIKTI Wilayah 5 Yogyakarta dan peserta FGD. 
(Dok: Nunuk Parwati)

Yogyakarta (8/3). Penyesuaian antara kompetensi yang diambil mahasiswa di luar program studi dan diluar kampus dengan komptensi Program Studi di kampus asal merupakan tantangan yang harus diantisipasi perguruan tinggi dalam menerapkan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka.  Demikian ditegaskan  Sekretaris Lembaga LLDIKTI wilayah 5 Yogyakarta Bhimo Widyo Andjojo, SH, M.H., pada acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Penerapan Belajar di Luar Kampus Dalam Kampus Merdeka STMM Yogyakarta di Hotel Harper Yogyakarta, Jumat (5/3).

Menurut Bhimo, dalam menerapkan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka perlu memperhatikan capaian pembelajaran lulusan. Hal ini sejalan dengan Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tentang penciptaan karakter unggul, budaya akademik, kolaboratif dan kompetitif di Perguruan Tinggi. 

“Untuk mewujudkan hal tersebut 6 hal menjadi acuan yaitu pertama, merdeka belajar Pendidikan Jarak Jauh (online/blended) dapat mengambil mata kuliah prodi lain di luar Fakultas atau di luar kampus. Kedua, pengembangan kepemimpinan. Ketiga, pendampingan dosen (dosen penggerak). Keempat, general education. Kelima, entrepreneurial mindset, dan keenam, pembelajaran sepanjang hayat”, papar Bhimo.

Peneliti sekaligus dosen vokasi Universitas Indonesia, Dr. Devie Rahmawati, yang merupakan salah satu narasumber acara tersebut mengatakan, Program Vokasi Prodi Penyiaran Multi Media UI telah  menerapkan Merdeka Belajar  sejak tahun 2018. Metode yang diterapkan yakni metode 3,2,1 yakni 3 semester belajar di Program Studi, 2 semester magang di industri dan satu semester kembali ke kampus untuk menulis tentang laporan selama mahasiswa magang di industri hasil risetnya. 

“Program vokasi sangat cocok menerapkan Merdeka Belajar. STMM Yogyakarta dapat membuat sampel atau semacam pilot project dalam menerapkan kurikulum Merdek Belajar”, tambah Devie.

Devie memaparkan bahwa pengalaman UI yang berada di Jakarta sangat dekat dengan industri penyiaran dan industri dibidang Multi Media memberi peluang lebih besar  dalam program magang di industri. Unit Kegiatan Mahasiswa bisa menjadi salah satu pengembangan Merdeka Belajar dan dapat dikoversi menjadi SKS dengan beberapa persyaratan. 

Forum Group Discussion yang dibuka oleh Ketua Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta, Ir. Noor Iza, M.SC., juga menhadirkan nara sumber dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Wakil Dekan I FKIP Prof Sutama. Sutama mengakatan dosen sebagai penggerak yakni dalam memberikan pelayanan dalam proses pendidikan harus bermutu agar dapat memenuhi harapan masyarakat. 

“Perguruan tinggi jika tidak dapat memenuhi harapan masyarakat maka akan ditinggalkan. Dosen sebagai penggerak artinya dosen memfasilitasi pembelajaran mahasiswanya secara independent. Hal ini dapat menggunakan bentuk bentuk non kuliah seperti magang, KKN, menghadirkan praktisi dan lainnya”, tambah Sutama. 

Menurut Sutama, beberapa tantangan yang harus diantisipasi oleh perguruan tinggi adalah regulasi, kesiapan sumber daya baik sumber daya manusia ataupun sarana prasarana. 
Sementara peluang meliputi 3 aspek yakni peningkatan kerjasama, transfer ilmu dan lulusan lebih berkarakter dan kompetitif. Menurut Sutama, peningkatan kerjasama jangan hanya terbatas pada penandatangan kerjasama tapi harus ada hasil dan laporannya.

STMM Yogyakarta saat ini tengah menyiapkan Kurikulum Merdeka Belajar – Kampus Merdeka. Penyusunan Kurikulum Merdeka Belajar akan melengkapi kurikulum regular yang telah disusun oleh sivitas akademika STMM bersama perwakilan industri dan alumni STMM Yogyakarta. (Nunuk Parwati/editor : Ayudy)